Saturday, May 21, 2016

One Selfie Wishlist Done

Gue...bukan tipe hobi poto2 sama seleb.
Duluuu, siihh, karena berangkat dari daerah, emang suka bisik-bisik norak kalo ketemu seleb di mal atau public space. Tapi ya nggak pernah bernyali untuk minta foto bareng, bahkan di jaman ini. Dimana selfi itu udah ga aneh dan permintaan foto udah segitu biasanya wong semua org bawa kamera sendiri2.

Belakangan, karena beberapa kali kebagian liputan launching produk ini itu yang hampir selalu ada artisnya -termasuk sebagai MC -, gue jadi kebal sama artis ..haha. Ilang sama sekali persepsi bahwa artis bukan manusia #eh :p.

Dari situ kesaring 'lah tokoh2 yang despite of their fame and controversy, gue masih tetep pengen foto bareng. Walau yaaa....a 15 minutes chit-chat would be far more valueable kalo buat gue. Bagus lagi kalo bisa dua2nya sih, hihi...*kemaruk.

Three nights ago I got the chance to came across one of them di Balai Kota, acara launching Gerakan Baca Buku Bareng sekaligus sosialisasi aplikasi perpustakaan DKI, iJakarta. Dari jaman ME MD masih Lita pun gue udah mesen kalo ada liputan yang narsumnya Jokowi/Ahok ato minim beliaunya jadi undangan aja, gue doongg yang jalan. Mau dong interview pendek ato selfie doang. Tapi sampai lewat beberapa tahun kok ya belum ada event yang terkait. Baru sekarang ini kesampaian *dan ternyata ada event lagi tanggal 21 Mei di Balai Kota juga*. Ah, yang penting mah udah kesampaian, ya, kaakk! 


Walau dah ngarep dari awal, sempat ngira nggak bisa direalisasiin juga karena ternyata posisi undangan dari media sama VIP dibedain tempatnya. Nanya ke pengundang, akan ada free session yang bisa dipakai untuk foto-foto juga dijawab nggak ada dan akan susah karena jadwal Pak Gubernur yang padat. Ya, udahlah liat nanti aja.

Sepanjang acara beliau juga santai, nggak terlihat buru-buru karena akan ada acara lain. Pidato saat pembukaan juga kocak kayak di youtube dan nggak pakai marah-marah walau nyindirin DPRD melulu ..hahaha! Bahkan saat MC Erwin Parengkuan mempersilakan beliau meninggalkan tempat juga ditolak karena mau lanjut nonton katanya :D.

Menjelang acara bubar gue udah buru-buru turun siapa tahu bisa motong jalur dan nodong selfie...hihi...sok beraniii. Gue udah siapin kamera HP pun. Tapi ternyataaaa...masih lama saudara. Jangankan peserta gaje macem gue yang ngarep selfie, lah bintang tamu, KOL, penyelenggara, pejabat-pejabat terkait dkk aja punya grup masing-masing foto bareng sama Ahok. Ya, kebeneran juga, sih, berarti gue masih sempet atur-atur strategi. 

Strategi kata lo?! Yang ada deg-degan bookk. Mikir dan ngitung kapan mau maju, ngomongnya gimana, kalo ditolak gimana, kalo sama sekali nggak keliatan dan dilewatin gitu aja gimana, dst. Disitu pun masih maju mundur gue antara jadi nodong atau mundur aja, sementara Ahok mulai jalan maju sambil tetep diajakin selfie dari kanan kiri.

Even sampe sebelah gue rekues selfie dan beliaunya ho oh wae pun gue justru makin deg-degan. Cuma bisa matung disitu. Lha ndilalah malah gue yang ditodong. Mungkin karena  lihat gue baris disitu dengan hp siap ditangan, sekalian aja ditawarin,"...kamu juga nggak?"...dan gue cuma bisa nyaut "boleh?" sambil nyodorin hp XD XD *norak.
"Ya ayuukk!" katanya sambil nyengir lebar gitu. Udah biasa banget kayaknya beliau nyempil selfie di hp orang-orang. Makanya fotonya bagus sementara gue seadanya wong buru-buru. Asal dah dapet foto aja udah deh. Cepet kelar takut ganggu agenda selanjutnya, pikir gue. 

Laahh ternyata yang abisnya gue sempet doongg, yang "...mbak bisa tolong fotoin ya...," sambil nyodorin kamera random ke orang. Terus berdiri serapi-rapinya di sebelah Ahok, barulah foto. Jiyaahh tau gitu gue tadi ga usah buru-buru kaleee *nyesel deh.

Keluar dari ruangan acara, masih lanjut aja tuh bapak diajakin foto sama berbagai grup. Entah sampai jam berapa. Gue sih....pulang.. haha! 

At a glance, what I can read from him is that he was sincere, ramah, woles, dan lempeng. Sepanjang yang gue tahu, kemarin nggak ada permintaan selfie yang ditolak atau orang yang dilewatin. Hidupnya kayak yang ringan gitu nggak kebebanan gimana-gimana. Padahal tau lah yaa, hari-harinya macem apa. 

Nggak ada sama sekali suara keras sambil menyapa orang-orang yang kenal dekat semacem orang Batak ketemu saudara sekampung di rantau. Boro-boro muka setelan kenceng dengan otot keluar semua kayak di youtube pas ngamuk-ngamuk. Blas nggak ada. 

So yeah, I was pretty convinced bahwa kalo ada yang pernah diteriak-teriakin dan dimaki Ahok, it means that they deserved it.

Mission accomplished!
Next wishlist, Bu Susi! Doain, yaa!

Thursday, May 12, 2016

Belitung, The Real Vacation

Setelah kericuhan di awal perjalanan, yang bikin saya jadi punya DUA foto ber-hashtag #bismillah #firsttravelafter10y dengan gambar pesawat sebelah #fromwhereIsit, akhirnya saya bisa punya foto #alhamdulillah #belitung. 

Kalau diinget-inget sekarang mah cengar-cengir. Kalau waktu itu, ya, mixed feelings antara bersyukur akhirnya sampai, badan rontok karena seharian cuma bengong dan terkantuk-kantuk 12 jam lebih di bandara, sama sisa kesyel karena kelewatan beberapa itinerary yang seru. Seperti Museum Andrea Hirata, sekolah laskar Pelangi, rumah Ahok (!), dan kuliner di mie Atep. Tapiii, lumayan terobati sama itin selanjutanya yaituu...kulineran ala Belitung!

Pertama yang saya lakukan saat tiba di hotel adalah mengecek kondisi hotel. Terus terang waktu tahu hotel yang di-book, saya agak was-was. Karena selain harganya yang sangat murah, sempat ngecek review juga via Tripadvisor daaannn....ratingnya nggak bisa dibilang bagus. Jadilah khawatir terus sampai berangkat.

Pas dicek, ternyata masih lumayan. Mungkin karena saya juga terbiasa menginap di mess PLN saat mudik, jadi asal kamar dan kamar mandi dalamnya bersih, air bersih dan lancar (FYI di hotel ini air mati jam 12 malam dan nyala lagi besok paginya), ada AC, dan kunci kamar nggak rusak, itu sudah cukup buat saya. Toh saya akan berlibur, jalan-jalan, dan wisata kuliner, bukan leyeh-leyeh di kamar. I'd even consider to book the same hotel for my next family trip. Kebetulan hotel ini milik keluarga bu Vinda dari Volare Tour & Travel yang
arrange perjalanan kami.

Salah satu alasan kenapa hotelnya menarik adalah karena persis di sebelahnya ada spot wisata pantai Tanjung Pendam berikut tempat makan khas Belitung. Tinggal jalan kaki wisata kulinernya! Makanan Belitung, sebagaimana daerah-daerah pantai, kebanyakan berbahan hasil laut. Ikan-ikanan, cumi, dan semacamnya. Pantainya sendiri sih agak susah diakses karena mesti turun semeteran lebih dari tanggul. Tapi sempat laahh foto-fotoin sunset dulu.

Sunset di Tanjung Pendam, day 1
Malamnya kami diajak wisata kuliner ke restoran di sebelah hotel itu. Rame-rame kami memesan cumi asam manis, bakso ikan, kwetiauw khas Belitung yang bentuknya nggak penyet tapi malah gendut-gendut seperti udon, dan semacam gulai ikan, di Belitung namanya Gangan tapi di daerah sekitarnya ada yang menyebut lempah kuning.

Yang sempat dicicipin di Belitung
Nggak ada yang nggak enak! Maklum semua bahannya masih segar dari laut, jadi pengaruh juga ke rasa 'kali, ya. Jadi mikir kapan-kapan harus ajak anak saya yang doyan kulineran buat ke sini. Pulang dengan perut kenyang, malam itu kami harus tidur lebih awal karena besoknya jam 04:00 harus sudah jalan ke pantai Tanjung Pandan tempat berpusatnya aktivitas pemantauan gerhana matahari total 2016.

Sarapan ala hotel Harlika Jaya
Tentang gerhana ada di post terpisah yaa. Karena seru juga ceritanya, kalau disini semua bakalan panjaangg jadinya.

Balik dari pemantauan gerhana, sampai hotel sudah disediakan sarapan dengan pilihan bihun ala lokal + telur mata sapi, roti + meises (disediakan juga toaster), dan beberapa jajan lokal. Tentunya saya pilih mencoba bihun dan jajan lokalnya. Sampai sekarang saya nggak tahu, lho, itu nama kuenya apa...haha. Sempat tanya waktu itu tapi nggak terjawab juga.

Kelar sarapan, kami jalan lagi ke pantai Laskar Pelangi, lanjut island hopping ke pulau Leebong. Di pantai Laskar Pelangi kami nggak lama, karena memburu waktu supaya sekitaran jam makan siang sudah sampai di pulau Leebong sesuai jadwal. Diceritain di awal pun tetap nggak nangkep seperti apa keindahan pulau yang akan kami datangi dan saya pribadi nggak punya ekspektasi apa-apa juga. Jadi yaa...pasrah aja di kapal nungguin sampai.

Pemandangan di jalur menuju pulau Leebong
Merapat di dermaga kecil pulau Leebong, pasukan langsung heboh ambil spot masing-masing untuk selfie dan foto. Dermaganya doang aja instagrammable! Ada kali setengah jam sendiri sibuk di dermaga, dan nggak berasa padahal puanasnya ngepol. Setelah semua puas selfi dengan berbagai pose, baru lanjut masuk ke pulau menembus tepian hutan bakau dan semacam hutan kecil. Kebetulan grup saya tertinggal jadi sambil gambling juga ambil jalur yang mana dan berdoa supaya nggak nyasar.

Pemandangan dari dermaga pulau Leebong

Sampai di sisi pulau yang jadi pusat aktivitas, saat yang lain memilih mengeksplorasi pulau atau sekedar duduk di kursi-kursi malas yang memang disediakan di pinggir pantai, saya iseng turun ke pantai. Merasakan pasir dan air laut membelai kaki, sambil berburu kerang. Naik-naik saya sudah dapat sekresek kerang buat mainan anak-anak... *bahagia itu sederhana, kak :))*.

Acara berlanjut dengan ngobrol sebentar dengan pemilik pulau yang menceritakan awal-awal pembangunan pulau Leebong. Bagaimana pulau tersebut yang awalnya tertutup hutan bakau yang lebat dan penuh nyamuk jadi bisa ditembus dan dibangun rumah-rumah pohon. Kedepannya pulau ini akan dikembangkan menjadi private resort sepaket dengan island hopping.

Kami ditawari juga island hopping ke pulau Pasir selepas makan siang. Tadinya saya nggak paham saat dibilang pulaunya, ya, cuma pasir, tapi mengambang. Tapi begitu sampai....melongo. Betul-betul satu pulau full berpasir, tanpa tanah, pohon atau bakau, dengan dermaga kecil dan ditengahnya ada ayunan dan hammock. Persis seperti gambar kartu pos, atau kalender kata teman saya saat saya upload foto tersebut ke Facebook.

Pulau Pasir

Pulau Pasir ini nggak bisa didatangi sewaktu-waktu karena bergantung pada masa pasang surut. Saat surut seperti kemarin, dari dermaga ke pulau airnya setinggi diatas dengkul. Jadi saat pasang, bisa jadi harus berenang menuju pulaunya. Karena itu nggak mungkin juga menginap disini. Pakai tenda pun nggak bisa karena saat air pasang sisa area yang kering mungkin tinggal selapangan kecil. Nggak kebayang juga kalau tiba-tiba hujan dan angin. Sama sekali nggak ada tempat berteduh yang aman. Jadi ya memang pure untuk main-main dan males-malesan saja pulaunya.

Nggak inget capek kalau sudah main di sini :D

Badan yang sebenarnya capek dan kurang tidur karena sudah dua hari bangunnya sebelum subuh terus, saking excitednya jadi lupa capek dan sibuk foto-foto dan cari kerang (lagi!). Sama sekali nggak terasa sudah berjam-jam disitu dan matahari mulai tenggelam. Nyesel juga nggak datang lebih pagi biar puas mainnya. Tapi yahh, dari pagi juga banyak acara, sih, ya. Lain kali kalau ada kesempatan kesini lagi mendingan atur waktu supaya seharian jadwalnya cuma pulau Leebong sama pulau Pasir doang :D.

Senja menjelang di Pulau Pasir

Pas main di pantai nggak berasa, begitu sampai hotel lagi semuanya langsung tepar sampai hampir jam sembilan malam baru pada keluar. Laper! Hahaha, saking capeknya sampai lapar aja kalah. Walhasil plan makan malam yang mau barbeque-an, seru-seruan, nggak terealisasi wong udah pada teler. Barbequenya, sih, tetep tapi yang bakar-bakar mas Dimas dari EO Wastu Kinasih. Peserta nggak jadi ikutan karena pada mau langsung makan...haha.

Selesai makan juga langsung pada balik ke kamar masing-masing balik istirahat. Apalagi saya yang nggak biasa traveling sehari penuh karena menyesuaikan bawa anak-anak. Tepar abis!

Besoknya energi sudah lumayan balik 80%. Sebelum ke tempat oleh-oleh kami mampir dulu ke Danau Kaolin yang dari foto di media sosial kayak danau bersalju di Normandia. Kenyataannyaaa...puanaasss gilak sampai meleleh *lebay*. Tapi justru karena cuaca sedang panas, hasil foto-foto jadi cerah dan bening banget. 

Pantulan sempurna awan di danau

Para travel blogger yang sudah biasa mengejar spot dan pose bagus mah dapet sepuluh jempol (entah jempol siapa aja), deh, sama perjuangannya naik-naik ke tumpukan campuran kapur sama pasir. Bahkan tembus papan dilarang masuk juga dijabanin. Beda mental 'lah sama mamak-mamak yang ditunggu empat anak di rumah :p. Saya mah mikirnya kalo sampai kecemplung dan gak pulang, apa kabar itu bocah-bocah? Maka demikianlah saya jadi yang pertama balik ke mobil nyari AC. Pasrah 'lah. Nggak level juga hasil foto sama pose-pose selfienya sama kakak-kakak blogger *cemen**salimin kakak-kakak blogger*.

Dari Danau Kaolin, kami mampir ke tempat oleh-oleh sebelum ke bandara. Alhamdulillah urusan perjalanan pulang nggak ribet seperti berangkatnya.

Selatan Sumatera dari udara

Bye for now, Belitung!
InsyaAllah balik sama pasukan!


Blogpost ini diikutsertakan ke lomba penulisan blog yang dilaksanakan oleh Telkom Indihome

Monday, May 9, 2016

Belitung Trip: Pre Departure.

Awal ditawarin trip nonton gerhana matahari di Belitung, saya berbinar-binar banget. Saya memang pengen banget mengulang nonton gerhana seperti pengalaman waktu kecil tahun 1983 *ketauan umur, deh*. Tapi di sisi lain, saya juga nggak yakin bisa dapet kesempatan ini. Karena tawarannya adalah "dibutuhkan 8 orang blogger" blabla. Nah, daku mah apa atuh dibanding temen-temen lain yang dapet tawaran yang sama. Apalagi kalo yang ditawarin banyak dan diseleksi lagi. Semacem mimpi di siang bolong juga buat saya, yang udahlah mamak-mamak rumahan, anaknya banyak, nggak ada pembantu. Hari-hari mau pergi ngurus atau beli sesuatu aja rempong, apalagi ikutan trip 3 hari 2 malem. NGGAK MAU NGIMPI LAH POKOKNYA.

Ya, tapi.. saya tetep ajuin data yang diminta, sih. Namanya ikhtiar, yekaaann :D:D. Itu pun saya baru bilang si Ayah pas masukin data, bukan pas awal ditawarin. Bukannya takut nggak boleh, tapi saking nggak yakinnya aja. Awalnya agak shock juga, sih, dia. Tapi saya berulang kali bilang kalo ini belum tentuuu, siapa tahu yang ikut banyaakk, terus nggak kesariiing dsb. (Saya juga bilang, sih, bisa aja trip ke Belitung diganti kapan-kapan. Tapi apa bisa gerhananya diganti kapan-kapan juga? :D #intimidasi).

Komunikasi dengan pihak EO juga sayangnya rada minim, ya. Jadi kita, nggak cuma saya tapi juga teman-teman blogger yang sama-sama masukin data, bertanya-tanya juga, ini jadi apa nggak, prosesnya udah sampai mana, harus siapin apa, dst. Sampai somehow mereka juga berasumsi kalau mungkin tripnya nggak jadi karena ada sebulanan nggak ada komunikasi sama sekali dari pihak EO, dan pastinya kalau ada event langka berkelas dunia *tsahh* gini yang namanya tiket sama penginapan 'kan ludes kalau udah mepet tanggalnya.

Suddenly tanggal 2 Maret (iya, seminggu banget sebelum hari H, kak!), pihak EO kontak kita lagi dan memastikan kalau tripnya jadi. Dapet surat perjanjian, daftar timeline socmed/blog posts, dan kepastian bahwa penginapan dan tiket sudah dibooking. LAH??

Tanggal 4 saya baru inget bahwa data pribadi yang saya setor pertama kali dulu, yang saya copas dari SKK informal beberapa kerjaan yang pernah saya jalani sebelumnya, nggak pakai nama sesuai KTP. Yakeles, terakhir pakai nama KTP itu jaman absen kuliah. Sejak kerja, apalagi menikah saya pakai nama panggilan plus nama suami, terutama di akun media sosial. 

Waktu itu asli nggak kepikir bahwa data mentah itu langsung dijadiin dasar pesen tiket tanpa konfirmasi ulang ke kami. Saya juga menganggap kalau memang jadi dan dipesenin tiket, pasti bakalan dimintai scan atau foto KTP 'kan? Seperti prosedur biasanya pas beli tiket 'lah. Saya sampaikanlah masalah itu ke pihak EOnya dan minta mereka memastikan itu bisa diurus supaya saya pasti bisa berangkat. Males nggak, sih, naik flight pertama, sebelum subuh elu udah sampai bandara terus ternyata elo gagal berangkat dan kudu pulang lagi?

Dan yaaaa....memang itulah yang terjadi! Tanggal 8 dari subuh udah di bandara dan cengo' nunggu pihak travel dan EO ngurusin apaan tau, belakangan baru bilang bahwa.....tiket saya belum diganti nama sesuai KTP dan lagi diurus. Bok, ya, gak ada sejam lagi berangkat, loohh.

Akhirnya in the last minutes semua bisa masuk ke pesawat.....untuk ditendang keluar lagi, khususnya saya dan 2 teman segrup.... Sisanya alhamdulillah berangkat dengan lancar.

Salut dengan pihak Sriwijaya Air yang tegas mematuhi prosedur saat nama KTP penumpang nggak ada/nggak sama dengan manifest penerbangan. Saya sendiri nggak bakalan mau berangkat juga dengan cara seperti itu. Kalau sampai ada apa-apa, saya nggak bakalan dapat asuransi karena nama di manifest nggak sama dengan dokumen pribadi.

Pihak EO dan travel menjanjikan kami ikut flight berikutnya. Tapi saya skeptis, semua flight pasti penuh menjelang gerhana matahari total yang katanya cuma 300 tahun sekali. Dan memang saya sempat lihat ada beberapa penumpang bule-bule gitu yang nampaknya jurnalis. Meski skeptis, karena saya juga nggak ada kerjaan lain, ya, sudah saya tunggu aja sampai mentok bakalan gimana ini. Cuma kepikiran aja karena koper saya udah ikut berangkat ke Belitung.

Foto yang diambil dari seat saya sesaat sebelum pesawat flight jam 15.00 berangkat.

Flight kedua penuh. Yaiyalah.
Flight ketiga, lewat juga. Alamat pulang, nih, saya.
Sekitar jam 10-11an kami baru dapat kepastian dapat seat di flight jam 15.00an.
Antara alhamdulillah sama kesel juga karena itinerary di Belitungnya kan tetep jalan. Dan hari itu main itinnya adalah pergi ke sekolah Laskar Pelangi sama Museumnya. Kesel, kan?

Tapi, ya, sudahlah. Sekarang yang penting berangkat dulu seperti niat semula.
Jujur saking nggak jelasnya awal plan trip ini, kami semua sempat mikir yang penting nyampe dulu disananya, kalau perlu siap-siap uang ekstra buat penginapan sama flight balik kalau ada masalah.

Alhamdulillah selain yang saya sama 2 teman alami ini, nggak ada masalah lain di belakang. Saya juga tegasin lagi kalau memang akhirnya kami bisa berangkat ke Belitung, pastikan tiket baliknya semua udah bener biar nggak ada lagi masalah yang sama saat pulang.

Aaannddd...the trip finally beguuunnn, yeeaayy!!! *lempar floppy hat tinggi-tinggi*. 

Beaachhh...I'm comiinggg!!!