Wednesday, April 11, 2007

Mitos Yang Biasa Menggagalkan ASI Eksklusif

Berikut ini beberapa mitos yang biasa dilontarkan sebagai alasan gagalnya ASI eksklusif.
Saya baru nemu 7 alasan/mitos, nanti kalao ada tambahan diupdate deh!

1. Hari-hari pertama ASI belum keluar
Hari pertama sampai ketiga setelah melahirkan kadang dibilang ASI kita belum keluar, jadi bayi dikasih susu formula dulu saja. Dulu saya juga ‘tertipu’ pernyataan ini karena kurang pinter. Ternyata setelah baca info kiri-kanan, saya baru tahu kalau dihari-hari pertama itu bayi pun belum butuh ASI banyak-banyak. Karena dia masih membawa ‘kotak makan’ dari dalam rahim berupa cadangan lemak yang cukup sampai 24-36 jam pertama hidupnya.

‘Waktu luang’ ini dibuat supaya kita bisa latihan menyusui dengan tenang sampai produksi ASI mulai lancar. Tapi dari jam-jam pertama kita sudah harus mulai menyusui bayi lho – lebih tepatnya membiarkan bayi terbiasa dengan ‘dot susu’ barunya. Jadi jangan terus ada waktu luang, kita malah males untuk memulai (seperti hari-hari pertama saya dengan Darris. Jangan ditiru!). Karena semakin awal kita belajar menyusui, semakin cepat pula ASI lancar. Lupakan juga susu formula, karena kalau bayi sudah minum susu formula, dia akan kenyang dan kalau sudah kenyang siapa juga yang mau makan lagi. Kita juga kalau sudah kenyang, dikasih makanan enak juga jadi ga selera kan? Padahal tanpa rangsangan dari bayi, ASI jadi kurang lancar.

Akhirnya kayak lingkaran setan:

ASI kurang -> susu formula -> bayi kenyang -> emoh ASI -> ASI tetep kurang (bisa-bisa malah tambah berkurang!).

Kenapa engga dibuat begini:

ASI kurang -> tetep disusukan -> bayi lapar -> tetep kasih ASI (kalau gak ada pilihan lain pas lapar, pasti diembat juga kan?) -> ASI jadi terangsang keluar -> bayi tambah semangat nyusunya -> ASI tambah lancar, bayi kenyang, ibu senang!

Buat ibu-ibu baru, memang agak susah juga ya, gimana tahunya ASI sudah keluar atau belum. Tapi untuk awal-awal mending engga usah jadi pikiran. Yang penting bayi nempel dulu, ASI pasti keluar sendiri meski kita ga sadar. Waktu awal-awal saya menyusui Fidellynne, saya juga engga merasa ASI keluar (padahal sudah anak kedua lho!). Tapi saya ga peduli. Tetap saya kasih ASI sambil makan makanan bergizi dan banyak minum. Di akhir bulan Fidellynne naik 9 ons. Nah, kalau berat badan naik kan pasti cukup ASI kan?

Yang penting, LUPAKAN SUSU FORMULA. Itu SUSU SAPI buat BAYI SAPI. Bayi IBU harus dapat AIR SUSU IBU dong!

2. Tidak ada pengaruh ukuran payudara dengan keberhasilan ASI eksklusif
‘Botol susu’ saya asalnya cuma beda dikit sama telur mata sapi. Waktu hamil nambah cuma senomer, itu juga cup-nya tetep. Di masa menyusui pun banyak yang bilang seperti engga ada isinya. Tapi alhamdulillah Darris dapat ASI sampai umur 20 bulan (sampai saya hamil Fidellynne 8 bulan). Orang lain malah bisa 3-4 kali lipat lebih besar dari ukuran sebelum hamil dan tetep engga berhasil ASI eksklusifnya (padahal udah dimodalin dari sononya...hehehe).

3. Tidak ada beda bayi lahir normal dengan caesar.
Darris lahir normal, Fidellynne lahir lewat jalan tol karena sungsang dan terlilit ari-ari.

Salah satu kekhawatiran saya setelah menjalani operasi caesar adalah bahwa saya akan terlambat melakukan bonding dan hal itu akan mengurangi kelancaran produksi ASI. Namun kekhawatiran saya ternyata tidak terbukti. Segera setelah saya keluar dari ruang pemulihan, saya langsung mencoba memberikan ASI dengan posisi tidur dan ternyata sama sekali tidak ada kendala. Sejak itu Fidellynne tidak pernah lepas dari ASI.

4. Tidak ada beda bayi sudah kenal susu formula/botol sama belum.
Darris dan Fidellynne sama-sama kena susu formula dulu sebelum ASI.

Kalau Darris karena saya belum pinter. Saya engga tahu soal hari-hari pertama yang bayi masih bawa ‘kotak makan’ sendiri itu, jadi saya sempat minta tambahan susu formula (padahal dari RS sudah dikasih air gula yang cukup untuk kebutuhan bayi selama kita belajar menyusui). Tapi sejak hari ketiga, saya full kasih ASI untuk memperkuat ketahanan tubuhnya setelah Darris dinyatakan positif infeksi akibat ketuban keruh. Alhamdulillah, ASI ternyata memang sangat membantu, karena tes berikutnya sudah negatif, meski kompensasinya berat badannya selama bulan pertama engga naik banyak. Mungkin karena sebagian besar pasokan ASI digunakan untuk melawan infeksinya.

Fidellynne dapat susu formula karena ayahnya yang belum pinter. Saya sudah komitmen ASI eksklusif (kalau ASI biasanya dari RS cuma dikasih air gula), eh bapaknya ditanya milih susu formula apa malah menjawab. Akhirnya Fidellynne gak jadi dapat air gula, dapatnya susu sapi. Mana saya tahunya sudah telat lagi. Karena lewat operasi, saya ga bisa segera ketemu Fidellynne. Saya di ruang pemulihan selama 17 jam. Begitu saya masuk kamar inap, Fidellynne langsung saya minta untuk rooming-in (nginap satu kamar, diambil suster cuma untuk dimandikan), dan saya stop susu formulanya. Memang harus dengan posisi tidur menyusuinya. Tapi alhamdulillah engga ada kendala berarti.

5. Tidak ada beda bayi laki-laki dan bayi perempuan.
Ya beda sih jumlah yang diminum dan cara minumnya. Kalo bayi laki-laki minum lebih banyak dan lebih rakus. Tapi disini maksud saya adalah ASI akan selalu cukup engga peduli jenis kelamin bayi kita apa. Kalau menurut pengalaman saya, ketika menyusui bayi laki-laki, saya selalu lapar. Bukan lapar sih, tepatnya kelaparan! Saya jadi makan dua kali porsi normal. Itupun biasanya masih lapar. Tapi pas menyusui bayi perempuan engga begitu. Kesimpulannya, bayi laki-laki atau perempuan ASI tidak akan kurang. Kompensasinya paling-paling kitanya yang harus makan satu gerbong tambahan.

6. Alergi ASI
Rasanya engga mungkin deh bayi alergi ASI. Kalau sampai ada yang namanya ‘alergi ASI’ pastinya umat manusia ga bakalan hidup sampai jaman ini dong!
Yang bener mestinya alergi bahan yang terkandung dalam ASI yang asalnya dari makanan ibu. Lagipula, bukankah dalam ASI masih lebih banyak terkandung zat-zat yang diperlukan bayi daripada susu pabrik? Saya bilang susu pabrik, bukan susu sapi karena biasanya bayi yang alergi engga dikasih susu sapi tapi susu kedelai/soya. Eh, tapi sebagian bayi yang alergi susu sapi, pasti alergi susu kedelai juga lho. Nah kalau begini mesti dikasih apa dong? Coca-cola?

Beberapa bayi daya cernanya masih belum mampu untuk mengurai zat tertentu dari makanan ibu yang ikut masuk dalam ASI, sementara bagi bayi yang lain no problem. Mungkin ini sebabnya kenapa di beberapa kebudayaan ada larangan makan/pantang makanan tertentu bagi ibu menyusui.

Contoh yang paling gampang aja, bayi yang alergi susu sapi akan bereaksi kalau ibunya habis minum susu sapi. Menurut penelitian, protein dalam susu sapi yang diminum sang ibu, sudah ikut masuk ke ASI dalam selang waktu 10 menit. Solusinya ya ibu pantang dulu minum susu sapinya (termasuk susu untuk ibu menyusui). Kalau takut kurang gizi, coba penuhi kebutuhannya dari sumber yang lain. Kandungan susu sapi yang cukup penting umumnya kalsium, vitamin D, dan lemak. Jadi kita tambah aja suplemen kalsium dan vitamin D. Kalau untuk lemaknya apa masih perlu ditambah?..Bukannya masih ada cadangan dari tabungan sembilan bulan kemarin?...hehehe...

Ngomong-ngomong soal alergi nih, untuk bayi yang daya tahannya kurang kalau kena susu sapi selain jadi alergi sama susu sapi juga jadi terpicu untuk alergi terhadap bahan lain (misalnya telur, kacang, buah). Makanya bayi yang semula alergi susu sapi jadi alergi juga sama susu kedelai/soya. Padahal kalau dapat ASI justru dapat zat-zat yang membantu melindungi saluran cernanya dari alergen-alergen tersebut. Oya, bentuk alergi bisa macam-macam. Umumnya sih diare, tapi bisa juga muncul berupa gatal-gatal/kulit merah-merah (urticaria), sesak nafas, batuk-pilek, dsb.

7. Takut tambah gemuk
Memang sih kalau menyusui kita akan makan lebih banyak. Tapi makanan itu engga numpuk jadi lemak kita, melainkan jadi ASI. Justru menyusui malah bikin kita kurus lebih cepat. Pernah nonton serial ‘Desperate Housewife’? Disitu pernah disinggung salah satu teman Lynette Scavo masih menyusui anaknya sampai umur empat tahun (!) cuma sebagai sarana diet. Dia takut kalau sampai stop menyusui, malah jadi harus banyak ke gym untuk jaga berat badan.

Soal kurus lagi, hmm.. saya juga heran nih. Hamil Darris, berat badan saya naik 11 kilo (53 kg -> 64 kg). Habis melahirkan jadi 54 kg, terus naik lagi 57 kg. Lewat masa ASI eksklusif, stabil di 54-55 kg. Berarti berat badan saya cepat kembali normal, kan? Nah, tapi celana jeans boot-cut kesayangan saya kok belum cukup juga ya? Malah celana cargo yang masih saya pakai saat hamil 7 bulan juga masih ga cukup. Setelah Darris setahun lebih, saya baru bisa pakai lagi jeans boot-cut itu.

Hamil Fidellynne berat saya cuma naik tujuh kilo (54 kg -> 61 kg) dan saya harus relain si boot-cut lagi. Tapi ketika si adik umur empat bulan berat saya cuma 52 kg. Hmmm, bikin iri ya? Jangan deh, soalnya si boot-cut kesayangan tetep belum cukup! Kayaknya saya masih harus nunggu delapan bulan lagi untuk berjeans ria.

Kesimpulannya berat badan turun bukan berarti bentuk badan kembali normal. Mungkin bener yang saya baca di buku ‘Girlfriend’s guide to pregnancy’ oleh Vicki Iovine (jangan khawatir, ini buku terjemahan bahasa Indonesia kok). Logikanya badan kita berkembang secara bertahap selama sembilan bulan lebih. Maka jangan harap pekerjaan sembilan bulan itu bisa dihapus dalam tiga bulan (apalagi semalam!). Paling tidak kita butuh sembilan bulan lagi (biasanya sih lebih, ..hehehe..) untuk kembali ke bentuk semula. Tapi lupakan soal stretchmark. Kalau mau itu hilang juga, mungkin kita mesti ganti kulit....

No comments: