Wednesday, August 3, 2016

Persatuan Pembantu

Satu dari sekian kegalauan utama mamah-mamah jaman sekarang, apalagi mamah bekerja, pastinya soal pembantu alias ART. Mulai yang drama nggak balik pasca lebaran (lalu ternyata kerja di ibu-ibu gang seberang), mainan HP melulu, menguasai TV (genre sinetron dan Uttaran tentunya) sampai agan dan anak agan nggak kebagian siaran, pacaran (lalu hamil!) sama tukang sebelah rumah (yang kelar proyek hilang entah kemana), bajunya seksi melulu, kerjaan nggak ada yang beres, bolot (!), sampai yang tukang nyuri printilan (baju dalam pun!) dan nyulik anak *amitamit,toktoktok*.

Nggak mungkin, lah, ya kita bahas semuanya disini. Bersambung 1500 episode macem Uttaran ntar (nggak, gue nggak pernah nonton satu episode pun! *sikap*). Sekarang kita ngomongin PBB aja, istilah emak gue, persatuan babu-babu. 

Oh, bukan, bukan sekedar perkumpulan saat mereka ngangon anak agan sore-sore di taman kompleks. Bukan juga yang ngumpul ketemuan pas nungguin anak agan sekolah. Ini bener-bener kayak organisasi yang saling share info-info agan terhits saat ini.

Iyes mamah, nggak cuma Pokemon yang punya data kita. Pokemon mah cuma nyimpen data koordinat lokasi sama (kadang) foto tempat kita nangkep kalo kitanya iseng motoin ato videoin (makanya matiin aja ARnya. Ituh, tombol yang pojok kanan atas. Bikin lebih gampang juga nangkep Pokemonnya, mam :D). Sementara ART punya data lebih spesifik: rumah yang pagernya coklat mulai ngeletek, depannya rumah yang ada spanduk DIJUAL, dari pos satpam ke kanan, dst.

Nggak cuma itu, data mereka sampai ke: adanya alat rumah tangga apa, baru ato jadul, sering rusak apa masih oke dipakai, air lancar ato nggak, berapa anak, umur berapa, kelas berapa, sekolah dimana, bu agan pak agan kerja dimana (dari logo seragam sekolah/kerja), kebiasaan belanja termasuk merek-merek favorit (user based generated content Google ama Facebook kalah, dah), sampai ke bawel dan pelitnya bu agan, mereka share ke member perkumpulan.

Apalagi kalo ARTnya tipe pulang pergi, yang sehari bisa pegang 2-4 rumah tergantung level stamina dan ke-BU-an. ART PP di satu area biasanya berasal dari daerah yang sama dan ngontrak petakan juga masi di sekitar satu sama lain. Makanya jangan heran kalau baper kenapa rasanya susah banget nyari ART (terutama yang PP) ga ada melulu, sementara mamah satu RT yang ARTnya sama-sama pulang gak balik lebaran kemaren sekarang udah dapet lagi.  Itu jelas karena referensi PBB. 

A: "Ibu tempat aku kerja bilang temennya nyari mbak-mbak cuci gosok juga, tuh."
B: "Rumah yang mana yang nyari?"
A: "Itu yang deket kelurahan. Pager putih, mobil merah, ada pohon mangganya."
B: "Ah gak mau. Si C tahun lalu disitu, baweeelll banget ibunya. Salah melulu kerjaan. Capek ati, ah."
A: "Eh, mosok?"
C: "Iyoo. Mana mesin cucinya rusak pengeringnya, meresin satu-satu aku. Padahal wuihh cucian bajunya buanyakk, anaknya cuma tiga tapi bajunya cuci-ganti berapa kali sehari."

And so there goes your name off the recommendation sheet....

gambar dari sini

Pernah juga gue dapet ganti berdasarkan 'referensi'. Jadi ART yang lama gak balik karena mau urus ibunya yang udah sepuh. Gue minta ada gantinya. Datenglah penggantinya, cuma nego gaji dan nanya selintas. Giliran kerja dapet dua minggu, eh mulai nagih...
 
ART: "Bu, kok saya nggak dapet XYZ? Mbak yang lama katanya suka dikasih sama Ibu."
(lah, jaman yang dulu gue titipin bocah pas harus liputan meneng bae, yg ini manyun gara-gara telat ke kerjaan berikutnya.)

ART: "Katanya dulu tiap x bulan gajinya naik bu? Kok ini tetep?"
(...padahal kerjaannya jauh rapihan yang lama. Mana kudu disuruh-suruh pula, bersihin dapur, bersihin atas, dsb. Ga nyuruh = ga perlu dikerjain -_- ...) 

Pengalaman gue yang terakhir, pasca Mbak Lama pulang, setahun pertama gue pakai mbak yang nagihan diatas, setahun berikutnya no ART. Mbak Nagih bilang abis lebaran anaknya mau sekolah disini, jadi pagi nggak bisa kerja lagi di slot pagi. Gue ngebatin, oh, ya kebeneran gue juga bosen liat muka lu kenceng mulu kerja dimari. 

Kali ini gue nggak minta kiriman pengganti, tapi somehow abis lebaran dateng beberapa temen sekampung mbak Nagih (which is sekampung juga ama mbak Lama sebenernya), yang bikin gue bengong karena tahu-tahu rate-nya naik 50%. Mana gue gak tau pula kerjanya kayak apa, kan. Ada juga yang nawarin anaknya, umur sekitaran 15-16 tahun (ngerti kerja nggak? bakalan mainan hp mulu nggak? kolokan nggak kalo diajarin kerja?). Ada juga yang katanya ex ART Olga sampai meninggal (widiww, mesti gue gaji berapa dong?? bakal dibandingin nggak gue yang apa-apa terbatas sama Olga yang murah hati ngasih dan ngoleh-olehin ini itu?). 

We ended up maidless for the rest of the year.

Tahun berikutnya si Mbak Lama balik lagi, dan bilang mau kerja lagi, gaji gapapa cuma naik dikit dari terakhir. Cus, lah, bungkus. Kapan lagi ada ART yang jago bikin masakan Korea, kan? Pas start kerja, keluarlah itu cerita tentang si mbak Nagih selama kerja ama gue.

Ternyata setahun kerja disini, yang ada tiap berapa waktu dia telpon melulu ngeluh ke mbak Lama kenapa dia nggak dapet inainu kayak mbak Lama. Jadi ceritanya ke mbak Lama ngeluh, ke gue nagih. Panteeesss kerjanya macem ga ikhlas gitu. Gue rasa bisa tahan setahun, ya, karena tiap-tiap dipukpuk si mbak Lama :)).


Oh, well, balik ke soal referensi, udah klir ya sekarang bahwa ga dapet-dapet ART, apalagi di periode persis habis balikan lebaran, could mean you're blacklisted. Coba nyarinya dari circle ART yang lain. Misal kalo tinggalnya di Bintaro, minta tolong cariin via temen yang di Depok. Tapi ini buat ART yang nginep, ya. Kalo PP, sih, banyakin doa aja :D.

Thursday, June 16, 2016

Risiko Penyakit Jantung pada Wanita


Penyakit kardiovaskular, atau yang lebih umum disebut penyakit jantung, cukup menjadi perhatian pemerintah dengan anggaran BPJS sebesar 12 T khusus untuk penanganan penyakit ini dari total anggaran sebesar 52 T. Data ini diungkapkan saat pertemuan tahunan Asosiasi Jantung Indonesia pertengahan April lalu.

Saat saya tanyakan, adakah 'resep' meminimalkan resiko penyakit kardiovaskular non bawaan pada orang dewasa selain faktor-faktor yang 'mainstream' seperti pola makan sehat, olahraga, dan menghindari rokok-alkohol? Ternyata nggak ada. Sudah berputar-putar saja disitu rekomendasinya, sebagaimana yang kita sering dengar dan baca di berbagai acara dan literatur tentang kesehatan.

Tapi, ternyata ada satu faktor lagi yang baru diketahui dan selama ini agak luput dari perhatian, yaitu pola makan saat usia kanak-kanak. Yang terkait langsung dengan ini adalah pemberian susu formula dan tata cara serta jadwal pemberian makan saat mulai MPASI. Mommies jaman sekarang pasti sudah hafal kalau komposisi susu formula meningkatkan resiko obesitas di masa depan. Takaran pemberiannya yang membuat perut bayi langsung kenyang berjam-jam juga secara jangka panjang membuat anak terbiasa makan sampai perut penuhPola makan yang memaksa anak makan banyak juga bagian dari ini.

Bagaimana hal ini disimpulkan?

Baru-baru ini ditemukan bahwa foam cell, yaitu sel busa makrofag yang merupakan cikal bakal plak (endapan) penyumbat pembuluh darah penyebab serangan jantung sudah ditemukan pada anak semuda 10 tahun. Penemuan ini sebenarnya tidak sengaja karena penelitian yang menjalankan autopsi beberapa jenazah anak-anak dengan berbagai sebab kematian tidak terkait langsung dengan masalah obesitas atau pun penyakit kardiovaskular.

Namun bagi kalangan yang concern dengan bidang kardiovaskular, ini diartikan sebagai peringatan dini bahwa ternyata pemicu timbulnya penyakit kardiovaskular harus ditarik mundur lebih jauh dari sekedar gaya hidup semasa dewasa. Waspada, ya, Moms!

Selain perlu memonitor pola makan dan gerak anak-anak, ternyata kita juga harus mewaspadai munculnya gejala penyakit kardiovaskular yang belakangan meningkat prosentasenya di kalangan perempuan. Selama ini resiko penyakit jantung pada wanita yang masuk dalam range usia 25-45 tahun memang masih lebih rendah ketimbang pria.

Ini diantaranya karena:
  • wanita lebih sedikit yang terpapar atau menjadi perokok.
  • jam kerja (bagi wanita pekerja) yang lebih pendek dibanding pria yang lebih cenderung lembur. Jadi kecenderungan untuk duduk statis dalam waktu yang lama juga berkurang.
  • poin diatas juga terkait dengan kecenderungan untuk bergadang/kurang tidur yang lebih sedikit.
  • tingkat stres dalam pekerjaan relatif lebih rendah (misalnya karena di beberapa bidang masih di back-up kolega pria, serta prosentase wanita yang duduk di kursi pimpinan lebih sedikit), dan
  • kebanyakan wanita lebih concern terhadap pola makan sehat ketimbang pria.
Satu hal yang juga cukup menentukan, adalah aktifnya hormon estrogen di masa usia tersebut. Ini penyebab pada usia diatas 45 tahun, saat mulai menopause dan tingkat hormon estrogen menurun, resiko penyakit jantung ikut meningkat tajam dan jumlah penderitanya menyalip jumlah penderita pria. Demikian pula tingkat keparahan maupun mortalitasnya.

The good news is, ini lebih banyak terjadi pada wanita yang sejak sebelum menopause pola hidupnya sudah berantakan berdasarkan poin-poin diatas. Bagi yang konsisten hidup sehat, resikonya tentu jauh lebih rendah.

O, ya, menurut DR. Dr . Antonia Anna Lukito, SpJP(K) yang juga menjabat sebagai wakil Sekretaris I Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI), banyak wanita yang tidak sadar kalau punya penyakit jantung bawaan sampai kemudian hamil dan ternyata kehamilan tersebut membahayakan bagi kondisi jantungnya. Karena itu disarankan sebaiknya sebelum menikah, lakukan premarital check-up yang diantaranya juga bisa sambil mendeteksi kelainan jantung bawaan pada calon ibu.



edited version published in 
http://mommiesdaily.com/2016/06/06/perempuan-waspadai-risiko-penyakit-jantung-jantung/

Tuesday, June 7, 2016

Wardah Exclusive Matte Lip Cream: Review and Swatch


Wardah baru saja rilis liquid lipstick terbaru beberapa bulan belakangan ini mengikuti euforia matte lipstick.

Line ini so far ada 6 warna:

01 Red-Dicted
02 Fuchsionately
03 See You Latte
04 Pink Me
05 Speachless
06 Feeling Red

Entah kenapa yang ada di konter, dikirim ke buzzer, dan beauty bloggers cuma no 01, 02, 03, sementara sisanya cuma ada di online shops. Jadilah yang lebih banyak direview dan swatch ya cuma 3 warna itu. Susah banget cari swatch dan original pic yang mendekati aslinya untuk keenam warna.




Review Warna 

Di pic berikut ini gue kelompokin lebih ke warna yang mirip supaya kebeda, ya, jadi nggak sesuai urutan warna.

foto terdekat sama warna asli yang bisa gue bikin

01 dan 06 sekilas mirip. Sama-sama ada tone bluenya. Tapi 01 Red-dicted lebih gelap dan cenderung blood red, sementara 06 Feeling Red lebih terang dan arahnya ke merah cabe rawit atau bendera. Menurut gue keduanya cocok buat kulit apapun asal....berani pake karena warnanya bold.

02 dan 04 pink yang beda. 02 Fuchsionately lebih ke arah fuchsia alias keunguan sesuai warnanya, sementara 04 Pink Me pink muda ada unsur milky di warnanya. Di gue yang NC30an, keduanya bikin gue kayak dakocan..haha. Lebih perlu ekstra pede pakai warna-warna ini ketimbang 01 dan 06.

03 dan 05 sekilas mirip di wadah tapi aslinya beda banget karena 03 See You Latte adalah pinkish nude sementara 05 Speachless peach milky dan kuat orangenya. Nasib 05 di gue sama kayak 04, pucet tapi jeder. Mau nggak mau mesti di-tone-down supaya lebih masuk ke warna kulit. Eh, tapi sekali lagi kalo pede atau udah biasa pakai warna-warna ini, ya, baik-baik aja kok. 

Nah si 03 muted warnanya. Muted apa, deh, terjemahannya, ya...redup gitu. Jadi cocok buat tone down semua warna lain biar ga terlalu jreng. Dipake sendiri pun nggak kuatir terlalu pucet karena ternyata pinknya cukup kuat

Ini ketahuan pas gue coba pakai jadi blush ala Rollover Reaction. Udah tancap gas aja 03 campur 05, eehh, ternyata merraahhh. Coba lagi pake 03 doang ternyata emang kuat merahnya. Nggak se-nude RR Lizzy.

Tekstur, Staying Power, dan Pigmentasi 

Overall teksturnya gue bilang agak encer dan nggak bisa sekali poles langsung dapet warna yang rata dan opaque. Mesti beberapa kali pulas. Temen yang pake Girlactic bilang lebih kentel dan lebih opaque Girlactic. Yaiyalah harga seperenemnya, ya, kak, haha.

Pas belum ngeset warnanya bisa langsung dihapus, tapi begitu ngeset cukup awet dan ga nempel kemana-mana. Dihapus juga nggak langsung ilang tapi smudgy gitu. Ketahanan lumayan, ada lah setidaknya 6 jam lebih termasuk udah dipakai makan. Tapi sekali lagi jangan dibandingin sama Girlactic, yaa XD.

swatch under natural light. 

FYI bibir gue rewel sangat. Pake macem-macem lipstik in the end pasti kering walau itu lipstick creamy dari brand mahal sekalipun kayak Urban Decay, Estee Lauder, NARS, Bobbi Brown, maupun YSL. 

Jangan nanyain MAC, ya, kaga bisa gue. Udah coret semua line dia, bahkan yang paling moist sekalipun masih kering banget aftermathnya di gue. Keringnya beda sama brand diatas yang efeknya kayak abis pake lipbalm. Kering, ngeletek, tapi ada lapisan mulus dibawahnya. Nah, pake MAC sama kayak NYX Round, kering, ngeletek, dikopek ancur beibeh.

Nah, untuk Wardah matte lip cream ini, as any other matte lip colors, ada sensasi nempel ketat gitu ke bibir. Tapi somehow nggak ngeringin parah di gue. Nggak kayak waktu pake NYX Round atau Megashine yang begitu kering langsung bibir meletek-meletek. 
Oiya ada sensasi stingy pas pertama pake. Gue notice karena baca review RR ada yang bilang begini dan bikin gue mundur mau beli. Eh, taunya Wardah lip cream ini juga gitu. Tapi in continuous use nggak ada efek gimana-gimana di gue (si review RR bilang, RR di pemakaian kedua bikin kering ancur di dia).

Nah, terus, kalo nggak nempel kemana-mana dan susah dihapus, gimana bersihinnya? Gue sih pake Kose Softymo cleansing oil bisa langsung bersih, kok. Sementara pake c/o Hadalabo masih kurang bersih. Yang nggak punya c/o mungkin bisa pake eye & lips waterproof remover.

Gue nggak terlalu suka juga sama aplikatornya. Entah karena si aplikator, tekstur yang encer, atau guenya yang nggak biasa pake liquid products, agak susah pake Wardah ini kalo lagi buru-buru. Ujung-ujungnya gue colekin aja produk di aplikatornya pake lipbrush gue, baru apply. Lebih cepet rapi dan rata.

Conclusion:

Dengan harga resmi konter 59ribu, matte lip cream ini cukup worth to buy melihat kualitas warna dan staying powernya. Tapi kalo dapetnya di harga mahal, range harga di online shops antara 55-75ribu sebelum ongkir, mungkin jadinya nambah sedikit udah banyak alternatif lain, ya, kayak Rollover Reaction atau NYX SMLC.


note:
all items used in this article are my own personal make up, none are endorsed from any store or brand.

Saturday, May 21, 2016

One Selfie Wishlist Done

Gue...bukan tipe hobi poto2 sama seleb.
Duluuu, siihh, karena berangkat dari daerah, emang suka bisik-bisik norak kalo ketemu seleb di mal atau public space. Tapi ya nggak pernah bernyali untuk minta foto bareng, bahkan di jaman ini. Dimana selfi itu udah ga aneh dan permintaan foto udah segitu biasanya wong semua org bawa kamera sendiri2.

Belakangan, karena beberapa kali kebagian liputan launching produk ini itu yang hampir selalu ada artisnya -termasuk sebagai MC -, gue jadi kebal sama artis ..haha. Ilang sama sekali persepsi bahwa artis bukan manusia #eh :p.

Dari situ kesaring 'lah tokoh2 yang despite of their fame and controversy, gue masih tetep pengen foto bareng. Walau yaaa....a 15 minutes chit-chat would be far more valueable kalo buat gue. Bagus lagi kalo bisa dua2nya sih, hihi...*kemaruk.

Three nights ago I got the chance to came across one of them di Balai Kota, acara launching Gerakan Baca Buku Bareng sekaligus sosialisasi aplikasi perpustakaan DKI, iJakarta. Dari jaman ME MD masih Lita pun gue udah mesen kalo ada liputan yang narsumnya Jokowi/Ahok ato minim beliaunya jadi undangan aja, gue doongg yang jalan. Mau dong interview pendek ato selfie doang. Tapi sampai lewat beberapa tahun kok ya belum ada event yang terkait. Baru sekarang ini kesampaian *dan ternyata ada event lagi tanggal 21 Mei di Balai Kota juga*. Ah, yang penting mah udah kesampaian, ya, kaakk! 


Walau dah ngarep dari awal, sempat ngira nggak bisa direalisasiin juga karena ternyata posisi undangan dari media sama VIP dibedain tempatnya. Nanya ke pengundang, akan ada free session yang bisa dipakai untuk foto-foto juga dijawab nggak ada dan akan susah karena jadwal Pak Gubernur yang padat. Ya, udahlah liat nanti aja.

Sepanjang acara beliau juga santai, nggak terlihat buru-buru karena akan ada acara lain. Pidato saat pembukaan juga kocak kayak di youtube dan nggak pakai marah-marah walau nyindirin DPRD melulu ..hahaha! Bahkan saat MC Erwin Parengkuan mempersilakan beliau meninggalkan tempat juga ditolak karena mau lanjut nonton katanya :D.

Menjelang acara bubar gue udah buru-buru turun siapa tahu bisa motong jalur dan nodong selfie...hihi...sok beraniii. Gue udah siapin kamera HP pun. Tapi ternyataaaa...masih lama saudara. Jangankan peserta gaje macem gue yang ngarep selfie, lah bintang tamu, KOL, penyelenggara, pejabat-pejabat terkait dkk aja punya grup masing-masing foto bareng sama Ahok. Ya, kebeneran juga, sih, berarti gue masih sempet atur-atur strategi. 

Strategi kata lo?! Yang ada deg-degan bookk. Mikir dan ngitung kapan mau maju, ngomongnya gimana, kalo ditolak gimana, kalo sama sekali nggak keliatan dan dilewatin gitu aja gimana, dst. Disitu pun masih maju mundur gue antara jadi nodong atau mundur aja, sementara Ahok mulai jalan maju sambil tetep diajakin selfie dari kanan kiri.

Even sampe sebelah gue rekues selfie dan beliaunya ho oh wae pun gue justru makin deg-degan. Cuma bisa matung disitu. Lha ndilalah malah gue yang ditodong. Mungkin karena  lihat gue baris disitu dengan hp siap ditangan, sekalian aja ditawarin,"...kamu juga nggak?"...dan gue cuma bisa nyaut "boleh?" sambil nyodorin hp XD XD *norak.
"Ya ayuukk!" katanya sambil nyengir lebar gitu. Udah biasa banget kayaknya beliau nyempil selfie di hp orang-orang. Makanya fotonya bagus sementara gue seadanya wong buru-buru. Asal dah dapet foto aja udah deh. Cepet kelar takut ganggu agenda selanjutnya, pikir gue. 

Laahh ternyata yang abisnya gue sempet doongg, yang "...mbak bisa tolong fotoin ya...," sambil nyodorin kamera random ke orang. Terus berdiri serapi-rapinya di sebelah Ahok, barulah foto. Jiyaahh tau gitu gue tadi ga usah buru-buru kaleee *nyesel deh.

Keluar dari ruangan acara, masih lanjut aja tuh bapak diajakin foto sama berbagai grup. Entah sampai jam berapa. Gue sih....pulang.. haha! 

At a glance, what I can read from him is that he was sincere, ramah, woles, dan lempeng. Sepanjang yang gue tahu, kemarin nggak ada permintaan selfie yang ditolak atau orang yang dilewatin. Hidupnya kayak yang ringan gitu nggak kebebanan gimana-gimana. Padahal tau lah yaa, hari-harinya macem apa. 

Nggak ada sama sekali suara keras sambil menyapa orang-orang yang kenal dekat semacem orang Batak ketemu saudara sekampung di rantau. Boro-boro muka setelan kenceng dengan otot keluar semua kayak di youtube pas ngamuk-ngamuk. Blas nggak ada. 

So yeah, I was pretty convinced bahwa kalo ada yang pernah diteriak-teriakin dan dimaki Ahok, it means that they deserved it.

Mission accomplished!
Next wishlist, Bu Susi! Doain, yaa!

Thursday, May 12, 2016

Belitung, The Real Vacation

Setelah kericuhan di awal perjalanan, yang bikin saya jadi punya DUA foto ber-hashtag #bismillah #firsttravelafter10y dengan gambar pesawat sebelah #fromwhereIsit, akhirnya saya bisa punya foto #alhamdulillah #belitung. 

Kalau diinget-inget sekarang mah cengar-cengir. Kalau waktu itu, ya, mixed feelings antara bersyukur akhirnya sampai, badan rontok karena seharian cuma bengong dan terkantuk-kantuk 12 jam lebih di bandara, sama sisa kesyel karena kelewatan beberapa itinerary yang seru. Seperti Museum Andrea Hirata, sekolah laskar Pelangi, rumah Ahok (!), dan kuliner di mie Atep. Tapiii, lumayan terobati sama itin selanjutanya yaituu...kulineran ala Belitung!

Pertama yang saya lakukan saat tiba di hotel adalah mengecek kondisi hotel. Terus terang waktu tahu hotel yang di-book, saya agak was-was. Karena selain harganya yang sangat murah, sempat ngecek review juga via Tripadvisor daaannn....ratingnya nggak bisa dibilang bagus. Jadilah khawatir terus sampai berangkat.

Pas dicek, ternyata masih lumayan. Mungkin karena saya juga terbiasa menginap di mess PLN saat mudik, jadi asal kamar dan kamar mandi dalamnya bersih, air bersih dan lancar (FYI di hotel ini air mati jam 12 malam dan nyala lagi besok paginya), ada AC, dan kunci kamar nggak rusak, itu sudah cukup buat saya. Toh saya akan berlibur, jalan-jalan, dan wisata kuliner, bukan leyeh-leyeh di kamar. I'd even consider to book the same hotel for my next family trip. Kebetulan hotel ini milik keluarga bu Vinda dari Volare Tour & Travel yang
arrange perjalanan kami.

Salah satu alasan kenapa hotelnya menarik adalah karena persis di sebelahnya ada spot wisata pantai Tanjung Pendam berikut tempat makan khas Belitung. Tinggal jalan kaki wisata kulinernya! Makanan Belitung, sebagaimana daerah-daerah pantai, kebanyakan berbahan hasil laut. Ikan-ikanan, cumi, dan semacamnya. Pantainya sendiri sih agak susah diakses karena mesti turun semeteran lebih dari tanggul. Tapi sempat laahh foto-fotoin sunset dulu.

Sunset di Tanjung Pendam, day 1
Malamnya kami diajak wisata kuliner ke restoran di sebelah hotel itu. Rame-rame kami memesan cumi asam manis, bakso ikan, kwetiauw khas Belitung yang bentuknya nggak penyet tapi malah gendut-gendut seperti udon, dan semacam gulai ikan, di Belitung namanya Gangan tapi di daerah sekitarnya ada yang menyebut lempah kuning.

Yang sempat dicicipin di Belitung
Nggak ada yang nggak enak! Maklum semua bahannya masih segar dari laut, jadi pengaruh juga ke rasa 'kali, ya. Jadi mikir kapan-kapan harus ajak anak saya yang doyan kulineran buat ke sini. Pulang dengan perut kenyang, malam itu kami harus tidur lebih awal karena besoknya jam 04:00 harus sudah jalan ke pantai Tanjung Pandan tempat berpusatnya aktivitas pemantauan gerhana matahari total 2016.

Sarapan ala hotel Harlika Jaya
Tentang gerhana ada di post terpisah yaa. Karena seru juga ceritanya, kalau disini semua bakalan panjaangg jadinya.

Balik dari pemantauan gerhana, sampai hotel sudah disediakan sarapan dengan pilihan bihun ala lokal + telur mata sapi, roti + meises (disediakan juga toaster), dan beberapa jajan lokal. Tentunya saya pilih mencoba bihun dan jajan lokalnya. Sampai sekarang saya nggak tahu, lho, itu nama kuenya apa...haha. Sempat tanya waktu itu tapi nggak terjawab juga.

Kelar sarapan, kami jalan lagi ke pantai Laskar Pelangi, lanjut island hopping ke pulau Leebong. Di pantai Laskar Pelangi kami nggak lama, karena memburu waktu supaya sekitaran jam makan siang sudah sampai di pulau Leebong sesuai jadwal. Diceritain di awal pun tetap nggak nangkep seperti apa keindahan pulau yang akan kami datangi dan saya pribadi nggak punya ekspektasi apa-apa juga. Jadi yaa...pasrah aja di kapal nungguin sampai.

Pemandangan di jalur menuju pulau Leebong
Merapat di dermaga kecil pulau Leebong, pasukan langsung heboh ambil spot masing-masing untuk selfie dan foto. Dermaganya doang aja instagrammable! Ada kali setengah jam sendiri sibuk di dermaga, dan nggak berasa padahal puanasnya ngepol. Setelah semua puas selfi dengan berbagai pose, baru lanjut masuk ke pulau menembus tepian hutan bakau dan semacam hutan kecil. Kebetulan grup saya tertinggal jadi sambil gambling juga ambil jalur yang mana dan berdoa supaya nggak nyasar.

Pemandangan dari dermaga pulau Leebong

Sampai di sisi pulau yang jadi pusat aktivitas, saat yang lain memilih mengeksplorasi pulau atau sekedar duduk di kursi-kursi malas yang memang disediakan di pinggir pantai, saya iseng turun ke pantai. Merasakan pasir dan air laut membelai kaki, sambil berburu kerang. Naik-naik saya sudah dapat sekresek kerang buat mainan anak-anak... *bahagia itu sederhana, kak :))*.

Acara berlanjut dengan ngobrol sebentar dengan pemilik pulau yang menceritakan awal-awal pembangunan pulau Leebong. Bagaimana pulau tersebut yang awalnya tertutup hutan bakau yang lebat dan penuh nyamuk jadi bisa ditembus dan dibangun rumah-rumah pohon. Kedepannya pulau ini akan dikembangkan menjadi private resort sepaket dengan island hopping.

Kami ditawari juga island hopping ke pulau Pasir selepas makan siang. Tadinya saya nggak paham saat dibilang pulaunya, ya, cuma pasir, tapi mengambang. Tapi begitu sampai....melongo. Betul-betul satu pulau full berpasir, tanpa tanah, pohon atau bakau, dengan dermaga kecil dan ditengahnya ada ayunan dan hammock. Persis seperti gambar kartu pos, atau kalender kata teman saya saat saya upload foto tersebut ke Facebook.

Pulau Pasir

Pulau Pasir ini nggak bisa didatangi sewaktu-waktu karena bergantung pada masa pasang surut. Saat surut seperti kemarin, dari dermaga ke pulau airnya setinggi diatas dengkul. Jadi saat pasang, bisa jadi harus berenang menuju pulaunya. Karena itu nggak mungkin juga menginap disini. Pakai tenda pun nggak bisa karena saat air pasang sisa area yang kering mungkin tinggal selapangan kecil. Nggak kebayang juga kalau tiba-tiba hujan dan angin. Sama sekali nggak ada tempat berteduh yang aman. Jadi ya memang pure untuk main-main dan males-malesan saja pulaunya.

Nggak inget capek kalau sudah main di sini :D

Badan yang sebenarnya capek dan kurang tidur karena sudah dua hari bangunnya sebelum subuh terus, saking excitednya jadi lupa capek dan sibuk foto-foto dan cari kerang (lagi!). Sama sekali nggak terasa sudah berjam-jam disitu dan matahari mulai tenggelam. Nyesel juga nggak datang lebih pagi biar puas mainnya. Tapi yahh, dari pagi juga banyak acara, sih, ya. Lain kali kalau ada kesempatan kesini lagi mendingan atur waktu supaya seharian jadwalnya cuma pulau Leebong sama pulau Pasir doang :D.

Senja menjelang di Pulau Pasir

Pas main di pantai nggak berasa, begitu sampai hotel lagi semuanya langsung tepar sampai hampir jam sembilan malam baru pada keluar. Laper! Hahaha, saking capeknya sampai lapar aja kalah. Walhasil plan makan malam yang mau barbeque-an, seru-seruan, nggak terealisasi wong udah pada teler. Barbequenya, sih, tetep tapi yang bakar-bakar mas Dimas dari EO Wastu Kinasih. Peserta nggak jadi ikutan karena pada mau langsung makan...haha.

Selesai makan juga langsung pada balik ke kamar masing-masing balik istirahat. Apalagi saya yang nggak biasa traveling sehari penuh karena menyesuaikan bawa anak-anak. Tepar abis!

Besoknya energi sudah lumayan balik 80%. Sebelum ke tempat oleh-oleh kami mampir dulu ke Danau Kaolin yang dari foto di media sosial kayak danau bersalju di Normandia. Kenyataannyaaa...puanaasss gilak sampai meleleh *lebay*. Tapi justru karena cuaca sedang panas, hasil foto-foto jadi cerah dan bening banget. 

Pantulan sempurna awan di danau

Para travel blogger yang sudah biasa mengejar spot dan pose bagus mah dapet sepuluh jempol (entah jempol siapa aja), deh, sama perjuangannya naik-naik ke tumpukan campuran kapur sama pasir. Bahkan tembus papan dilarang masuk juga dijabanin. Beda mental 'lah sama mamak-mamak yang ditunggu empat anak di rumah :p. Saya mah mikirnya kalo sampai kecemplung dan gak pulang, apa kabar itu bocah-bocah? Maka demikianlah saya jadi yang pertama balik ke mobil nyari AC. Pasrah 'lah. Nggak level juga hasil foto sama pose-pose selfienya sama kakak-kakak blogger *cemen**salimin kakak-kakak blogger*.

Dari Danau Kaolin, kami mampir ke tempat oleh-oleh sebelum ke bandara. Alhamdulillah urusan perjalanan pulang nggak ribet seperti berangkatnya.

Selatan Sumatera dari udara

Bye for now, Belitung!
InsyaAllah balik sama pasukan!


Blogpost ini diikutsertakan ke lomba penulisan blog yang dilaksanakan oleh Telkom Indihome

Monday, May 9, 2016

Belitung Trip: Pre Departure.

Awal ditawarin trip nonton gerhana matahari di Belitung, saya berbinar-binar banget. Saya memang pengen banget mengulang nonton gerhana seperti pengalaman waktu kecil tahun 1983 *ketauan umur, deh*. Tapi di sisi lain, saya juga nggak yakin bisa dapet kesempatan ini. Karena tawarannya adalah "dibutuhkan 8 orang blogger" blabla. Nah, daku mah apa atuh dibanding temen-temen lain yang dapet tawaran yang sama. Apalagi kalo yang ditawarin banyak dan diseleksi lagi. Semacem mimpi di siang bolong juga buat saya, yang udahlah mamak-mamak rumahan, anaknya banyak, nggak ada pembantu. Hari-hari mau pergi ngurus atau beli sesuatu aja rempong, apalagi ikutan trip 3 hari 2 malem. NGGAK MAU NGIMPI LAH POKOKNYA.

Ya, tapi.. saya tetep ajuin data yang diminta, sih. Namanya ikhtiar, yekaaann :D:D. Itu pun saya baru bilang si Ayah pas masukin data, bukan pas awal ditawarin. Bukannya takut nggak boleh, tapi saking nggak yakinnya aja. Awalnya agak shock juga, sih, dia. Tapi saya berulang kali bilang kalo ini belum tentuuu, siapa tahu yang ikut banyaakk, terus nggak kesariiing dsb. (Saya juga bilang, sih, bisa aja trip ke Belitung diganti kapan-kapan. Tapi apa bisa gerhananya diganti kapan-kapan juga? :D #intimidasi).

Komunikasi dengan pihak EO juga sayangnya rada minim, ya. Jadi kita, nggak cuma saya tapi juga teman-teman blogger yang sama-sama masukin data, bertanya-tanya juga, ini jadi apa nggak, prosesnya udah sampai mana, harus siapin apa, dst. Sampai somehow mereka juga berasumsi kalau mungkin tripnya nggak jadi karena ada sebulanan nggak ada komunikasi sama sekali dari pihak EO, dan pastinya kalau ada event langka berkelas dunia *tsahh* gini yang namanya tiket sama penginapan 'kan ludes kalau udah mepet tanggalnya.

Suddenly tanggal 2 Maret (iya, seminggu banget sebelum hari H, kak!), pihak EO kontak kita lagi dan memastikan kalau tripnya jadi. Dapet surat perjanjian, daftar timeline socmed/blog posts, dan kepastian bahwa penginapan dan tiket sudah dibooking. LAH??

Tanggal 4 saya baru inget bahwa data pribadi yang saya setor pertama kali dulu, yang saya copas dari SKK informal beberapa kerjaan yang pernah saya jalani sebelumnya, nggak pakai nama sesuai KTP. Yakeles, terakhir pakai nama KTP itu jaman absen kuliah. Sejak kerja, apalagi menikah saya pakai nama panggilan plus nama suami, terutama di akun media sosial. 

Waktu itu asli nggak kepikir bahwa data mentah itu langsung dijadiin dasar pesen tiket tanpa konfirmasi ulang ke kami. Saya juga menganggap kalau memang jadi dan dipesenin tiket, pasti bakalan dimintai scan atau foto KTP 'kan? Seperti prosedur biasanya pas beli tiket 'lah. Saya sampaikanlah masalah itu ke pihak EOnya dan minta mereka memastikan itu bisa diurus supaya saya pasti bisa berangkat. Males nggak, sih, naik flight pertama, sebelum subuh elu udah sampai bandara terus ternyata elo gagal berangkat dan kudu pulang lagi?

Dan yaaaa....memang itulah yang terjadi! Tanggal 8 dari subuh udah di bandara dan cengo' nunggu pihak travel dan EO ngurusin apaan tau, belakangan baru bilang bahwa.....tiket saya belum diganti nama sesuai KTP dan lagi diurus. Bok, ya, gak ada sejam lagi berangkat, loohh.

Akhirnya in the last minutes semua bisa masuk ke pesawat.....untuk ditendang keluar lagi, khususnya saya dan 2 teman segrup.... Sisanya alhamdulillah berangkat dengan lancar.

Salut dengan pihak Sriwijaya Air yang tegas mematuhi prosedur saat nama KTP penumpang nggak ada/nggak sama dengan manifest penerbangan. Saya sendiri nggak bakalan mau berangkat juga dengan cara seperti itu. Kalau sampai ada apa-apa, saya nggak bakalan dapat asuransi karena nama di manifest nggak sama dengan dokumen pribadi.

Pihak EO dan travel menjanjikan kami ikut flight berikutnya. Tapi saya skeptis, semua flight pasti penuh menjelang gerhana matahari total yang katanya cuma 300 tahun sekali. Dan memang saya sempat lihat ada beberapa penumpang bule-bule gitu yang nampaknya jurnalis. Meski skeptis, karena saya juga nggak ada kerjaan lain, ya, sudah saya tunggu aja sampai mentok bakalan gimana ini. Cuma kepikiran aja karena koper saya udah ikut berangkat ke Belitung.

Foto yang diambil dari seat saya sesaat sebelum pesawat flight jam 15.00 berangkat.

Flight kedua penuh. Yaiyalah.
Flight ketiga, lewat juga. Alamat pulang, nih, saya.
Sekitar jam 10-11an kami baru dapat kepastian dapat seat di flight jam 15.00an.
Antara alhamdulillah sama kesel juga karena itinerary di Belitungnya kan tetep jalan. Dan hari itu main itinnya adalah pergi ke sekolah Laskar Pelangi sama Museumnya. Kesel, kan?

Tapi, ya, sudahlah. Sekarang yang penting berangkat dulu seperti niat semula.
Jujur saking nggak jelasnya awal plan trip ini, kami semua sempat mikir yang penting nyampe dulu disananya, kalau perlu siap-siap uang ekstra buat penginapan sama flight balik kalau ada masalah.

Alhamdulillah selain yang saya sama 2 teman alami ini, nggak ada masalah lain di belakang. Saya juga tegasin lagi kalau memang akhirnya kami bisa berangkat ke Belitung, pastikan tiket baliknya semua udah bener biar nggak ada lagi masalah yang sama saat pulang.

Aaannddd...the trip finally beguuunnn, yeeaayy!!! *lempar floppy hat tinggi-tinggi*. 

Beaachhh...I'm comiinggg!!!

Monday, March 14, 2016

Newborn Prep: Berapa Baju Yang Diperlukan Bayi Baru?

Terakhir punya newborn hampir 4 tahun lalu, pas ponakan yang terakhir lahir awal Januari lalu dan gue ditanya ini itu, ternyata gue pun mesti banyak reloading. Nah, biar nggak lupa lagi, gue rekap sekalian, deh, di blog. 

Karena setelah di-break down jadinya ada dua big map, tentang persiapan pra-persalinan dan contekan tentang kesehatan newborn pasca kelahiran, jadinya dibagi dua tulisan terpisah, ya. Disini yang persiapan pra-persalinan dulu. Yang tentang contekan kesehatan newborn pasca lahir bisa dibaca di posting berikutnya.

gambar dari sini

Thursday, March 3, 2016

Pospak Mahal vs Murah

Gue bukan petualang pospak. Walau gue memilih dan bertahan pakai pospak despite of clodi trends with all of its claim of being more eco-friendly, bukan berarti gue udah coba semua brand pospak. Cukuplah pas anak pertama gue coba beberapa dari premium brands, dan beberapa low-end brands, and then stick with one of it for the next kids.

Harga memang nggak akan bisa bohong, ya. Tahun 2005 yang namanya low end pospak itu salah satu brand bahannya masih pakai plastik yang bikin bocah kayak bawa alarm kemana-mana. Kalau denger langkah kecil sambil krosak-krosak  gitu, itu pasti anak gue nyamperin.. haha. Untung belakangan brand tersebut juga udah pake tissue like fabric, jadi udah nggak kemresek lagi :D.


gambar dari sini

Wednesday, March 2, 2016

Kenapa Gue Memilih Pospak

Sebenernya simpel, jaman gue punya anak pertama pilihannya cuma popok kain atau pospak alias popok sekali pakai. Clodi alias cloth diaper belum musim waktu itu :D. Di bulan-bulan awal gue sempet pakai popok kain karena khawatir kalau langsung pakai pospak nanti bayinya ruam. Pospak dipakai kalau pergi aja.

gambar dari sini

Waktu itu berasa banget, ya, beda effort-nya pake popok kain sama pospak. Terutama di nyucinya. Di saat pospak tinggal lempar ke tempat sampah (bolehlah menyediakan tempat sampah khusus dianggep effort penggunaan pospak, ya), pakai popok kain berarti: